By Dodo
Di masa jaman kuliah itu, harga textbook akuntansi bikin jantung deg-degan. Mahal banget!
Sementara isi dompet? Isinya lebih banyak angan-angan daripada uang. Jadi ya, sebagai mahasiswa irit, saya harus pintar-pintar cari akal.
Biasanya, saya beli *textbook* bajakan di sekitar Alun-Alun Malang. Kalau lagi bokek banget, saya pinjam dari perpustakaan, lalu fotokopi. Harganya Rp 25 per lembar waktu itu. Lumayan nguras kantong juga sih, apalagi kalau bukunya tebalnya kayak batu bata.
Nah, suatu hari sahabat saya, Ardy, datang dengan wajah berseri-seri kayak baru dapat warisan.
“Bro, ada tempat fotokopi deket kampus, cuma Rp 15 per lembar!”
Mata saya langsung bersinar, kayak nemu *diskon 90%*. Tanpa pikir panjang, saya langsung meluncur ke sana.
Begitu sampai, saya paham kenapa murah. Rupanya mereka pakai kertas buram! Dan hasilnya… sesuai namanya: buram beneran!
Belajar pakai hasil foto copy kertas buram rasanya seperti belajar kitab kuno. Tulisan kabur, gambar ngambang, kadang huruf ‘a’ kelihatan kayak ‘e’, gambar diagram jadi mirip cetakan daun pisang sampai kalau belajar *”mrebes mili”— banyu moto netes sak kilo!*
Tapi ya demi hemat, saya tetap langganan. Belajar pakai hasil itu kadang harus sambil meraba-raba makna.
Suatu hari, saya nekat lagi cari cara irit. Saya hampiri mas-mas penjaga fotokopi, dan dengan tampang polos saya bertanya:
“Mas, ini kan Rp 15 per lembar. Kalau saya bawa kertas sendiri, bisa lebih murah nggak?”
Mas-mas itu berhenti narik kertas, mendelik sebentar, lalu nyeletuk:
“Sekalian aja bawa mesin fotokopinya, Mas. Gratis malah!”
*DEG.*
Waduh…
Langsung muka saya merah kayak kepiting rebus. Di belakang saya ternyata ada dua mahasiswa lain yang langsung cekikikan. Saya cuma bisa senyum kecut, celingak-celinguk, pura-pura baca pengumuman di dinding, padahal dalam hati saya pengen langsung menghilang ke dalam mesin fotokopi itu juga.
Tapi ya sudahlah. Nasib mahasiswa irit memang sering diuji. Yang penting, meskipun buram-buram, saya lulus juga!
👉 Kembali ke Daftar Cerita Kocak