Kadang-kadang terasa aneh, mengapa seseorang yang “biasa saja” justru mendapatkan rezeki yang berlimpah, sementara yang pintar dan bekerja mati-matian malah rezekinya “biasa saja”. Apa yang salah?
Jika rajin tadabur Al-Qur’an, maka kita akan mendapatkan jawabannya. Allah secara tegas menyatakan –paling sedikit– dalam 8 ayat, dengan kalimat yang hampir sama, yaitu:
- Al Israa’ (17) : 30
- Al Qashash (28) : 82
- Al ‘Ankabuut (29) : 62
- Ar Ruum (30) : 37
- Saba’ (34) : 36
- Saba’ (34) : 39
- Az Zumar (39) : 52
- Asy Syuura (42) : 12
Saya melakukan searching ayat ini menggunakan aplikasi MyQur’an Explorer (lihat di sini informasinya), dengan keyword “melapangkan” (kebetulan saya sudah sering membaca ayat-ayat ini ketika tilawah Al-Qur’an, mengikuti program tilawah bersama keluarga).
Agar para sahabat bisa langsung membaca ayatnya, berikut ini saya kutipkan semua:
Al Israa’ (17) : 30
إِنَّ رَبَّكَ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ إِنَّهُۥ كَانَ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرَۢا بَصِيرٗا ٣٠
30. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya
Al Qashash (28) : 82
وَأَصۡبَحَ ٱلَّذِينَ تَمَنَّوۡاْ مَكَانَهُۥ بِٱلۡأَمۡسِ يَقُولُونَ وَيۡكَأَنَّ ٱللَّهَ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ وَيَقۡدِرُۖ لَوۡلَآ أَن مَّنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡنَا لَخَسَفَ بِنَاۖ وَيۡكَأَنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٨٢
82. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)”
Al ‘Ankabuut (29) : 62
ٱللَّهُ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ وَيَقۡدِرُ لَهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٦٢
62. Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu
Ar Ruum (30) : 37
أَوَ لَمۡ يَرَوۡاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ ٣٧
37. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman
Saba’ (34) : 36
قُلۡ إِنَّ رَبِّي يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٦
36. Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
Saba’ (34) : 39
قُلۡ إِنَّ رَبِّي يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ وَيَقۡدِرُ لَهُۥۚ وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُۥۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ٣٩
39. Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)“. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya
Az Zumar (39) : 52
أَوَ لَمۡ يَعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ ٥٢
52. Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman
Asy Syuura (42) : 12
لَهُۥ مَقَالِيدُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ إِنَّهُۥ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ١٢
12. Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu
KESIMPULAN
Apa yang bisa saya simpulkan dari ayat-ayat di atas? Ternyata, rezeki itu benar-benar hak prerogatif Allah, dan Allah melapangkan rezeki bagi seseorang atau membatasi/menyempitkannya bagi seseorang sesuai kehendakNya saja. Jadi, bukan karena “sesuatu” yang lain, termasuk kepintaran, kerja mati-matian, dan sebagainya!
Lalu apa gunanya kita bekerja, berikhtiar, belajar?
Semua yang kita lakukan itu hanyalah menuruti (taat) pada perintah Allah (di dalam Al-Qur’an, Allah menyuruh kita melakukannya), jadi bukan itu yang menjadi sebab banyak dan sedikitnya rezeki yang kita dapatkan.
Allah bahkan memberi rezeki bagi mereka yang malas belajar, malas bekerja, kafir, dan durhaka kepadaNya.
Mengapa? (pertanyaan ini harus ditujukan kepada Allah, karena hanya Allah yang mengetahui kehendakNya).
Bagi kita, rajin belajar, rajin bekerja, selalu berikhtiar –dan tentu selalu berdo’a, semua itu karena menuruti yang disuruh Allah. Selesai. Kita disuruh, maka kita taat! Masalah hasilnya (rezeki yang kita dapatkan) itu terserah Allah. Kita tidak bisa menggugatNya, dan itu sudah dengan tegas dinyatakan dalam kitab suciNya bahwa rezeki itu atas kehendakNya. Titik.
Kalau begitu, biar saya menjadi pemalas saja, menunggu rezeki yang diberikan Allah
Silahkan, tetapi itu berarti kita tidak taat terhadap perintah Allah yang menyuruh kita belajar, bekerja, dan mencari karuniaNya.
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang berkaitan dengan rezeki, atau lebih luas lagi karunia. Kita wajib menerima semua ayat tersebut, dan memahami Al-Qur’an secara keseluruhan. Secara singkat saya hanya bisa menyatakan bahwa kita taat terhadap seluruh perintah Allah, dan menjauhi seluruh laranganNya. Dalam hal ini, kita bertakwa kepada Allah.
Lalu bagaimana kita bisa memperoleh rezeki yang banyak?
Ukuran “rezeki yang banyak” sangat absurd, tidak jelas. Rezeki bukan hanya berupa harta, tapi seluruh yang kita peroleh. Rezeki adalah pemberian. Kita hidup di dunia tidak hanya membutuhkan harta, tetapi banyak yang lainnya yang merupakan pemberian (rezeki) dari Allah.
Kalau begitu, kalimatnya diubah menjadi: “saya menginginkan harta yang banyak”.
Bagi Allah, tidak sulit memberikan harta sebanyak apapun yang kita minta. Apakah anda menginginkan dunia ini sepenuhnya menjadi milik anda? Dalam Al-Qur’an, Qorun adalah manusia yang diberikan harta yang banyak, namun bagaimana kesudahan Qorun? Qorun adalah contoh yang Allah ciptakan sebagai pelajaran bagi kita. Harta yang banyak belum tentu membawa kebahagiaan. Apakah anda hanya menginginkan harta, tidak menginginkan kebahagian dan keselamatan, dunia dan akhirat? Allah mungkin memberi kita sedikit harta, agar kita selamat, dunia dan akhirat.
Lalu apakah saya tidak boleh menginginkan harta yang banyak? Dengan harta yang banyak, saya bisa menyantuni anak yatim, memberi sumbangan untuk masjid, menafkahi keluarga, menolong orang yang susah, dan seterusnya.
Pertanyaannya, apakah setelah anda mendapat harta yang banyak, anda masih seperti yang anda cita-citakan itu? Apakah harta yang banyak tidak akan membuat anda sombong, merasa sangat dermawan, penolong orang susah, dan harus dimuliakan oleh orang yang menerima bantuan anda? Ingat saja, Allah tidak suka orang yang sombong, dan orang yang sombong –walaupun sedikit saja perasaan itu ada dalam hatinya– tidak akan masuk surga. Bukankah anda berbuat baik karena ingin masuk surga?
Kalau begitu, apakah kita tidak perlu mengharapkan rezeki atau harta yang banyak?
Tetap perlu, karena harta yang banyak bisa menjadi alat bagi kita untuk masuk surga, bisa bersedekah, membayar zakat, dan terhindar dari “kefakiran itu dekat dengan kekufuran”.
Kita tetap harus belajar dan mengembangkan kemampuan untuk mendapatkan rezeki atau karunia Allah sebanyak-banyaknya. Namun kembali kepada topik tulisan ini, rezeki itu adalah hak prerogatif Allah. Allah memberikan keluasan rezeki atau menyempitkannya, itu terserah kehendak Allah.
Kita belajar, bekerja, dan mencari karunia Allah itu semata karena kita taat pada perintah Allah. Masalah hasilnya, terserah Allah.
Wallahu a’lam…